Laman

Tampilkan postingan dengan label catatan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label catatan. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 22 Agustus 2015

Catatan Perjalanan : Dataran Tinggi Dieng

Perjalanan kali ini merupakan perjalanan pertama saya dengan Si Ratu Lebah yang statusnya sekarang sudah menjadi istri saya :-) Perjalanan ini semacam bulan madu yang tertunda karena rencananya perjalanan ini dilakukan di tahun sebelumnya namun Allah berencana lain dengan memberikan kita titipan berupa janin di rahim Si Ratu Lebah. Jadi, akhirnya kita sepakati bersama untuk menunda perjalanan demi menjaga kesehatan janin dalam kandungan Si Ratu Lebah.

Jalan-jalannya kita putuskan untuk ke Dataran Tinggi Dieng. Padahal sebelumnya kita berencana untuk ke Bromo namun karena pertimbangan biaya dan kebetulan di Dieng sedang ada festival akhirnya kita memilih ke sana. Setelah melalui diskusi panjang lebar, kami memutuskan untuk menitipkan Sang Buah Hati yang masih tujuh bulan ke Neneknya di Bogor. Awalnya sih sangat menyenangkan bisa jalan-jalan cuma berdua, nostalgia masa pacaran. Tapi karena Si Buah Hati masih menyusu ternyata jalan-jalan kita selalu dibayangi perasaan khawatir.

Perjalanan dimulai dari Bogor, setelah kita menitipkan Si Buah Hati di rumah Neneknya. Kita menuju terminal Baranangsiang untuk naik Bus Sinar Jaya jurusan Wonosobo, kita bernasib kurang baik saat itu. Tidak ada bus eksekutif yang berangkat jadi mau tidak mau harus menumpang bus ekonomi non ac. Si Ratu Lebah benar-benar komplain dan kecewa karena perjalanan berangkat yang sangat lama dijalani dengan ketidaknyamanan karena terpaan dinginnya angin malam dan penuh asap rokok. Perjalanan memakan waktu lebih kurang dua belas Jam. Jam tujuh malam dari Bogor, tiba di Wonosobo Jam tujuh pagi. Dan ternyata, dari terminal Wonosobo menuju Dataran Tinggi Dieng pun memakan waktu cukup lama kurang lebih dua jam perjalanan naik mobil. Sangat melelahkan.

Tapi perjalanan yang melelahkan itu terasa hampir lunas terganti sebelum kita tiba di homestay karena kita mengunjungi Telaga Menjer terlebih dahulu. Pemandangan telaga yang dikelilingi bukit tersebut amat sangat menyejukkan mata yang tadinya sudah sangat lelah. Semakin menyejukkan saat kita menyusuri telaga dengan menaiki perahu motor. Subhanallah... indah sekali. Setelah cukup puas berada di Telaga Menjer kita langsung diantar ke homestay dan disarankan untuk beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan ke tempat wisata yang lain.

Sore harinya kita diajak berkeliling ke Telaga Warna yang katanya warnanya bisa berubah tergantung jumlah alga jenis tertentu yang lebih banyak tumbuh berkembang, pada musim hujan warnanya akan berbeda dengan musim kemarau. Mulai dari Telaga Warna ini barulah terasa ramai sekali pengunjungnya. Tentu saja ramai karena saat itu di Dataran Tinggi Dieng ada festival budaya. Dari Telaga Warna kita diantar menuju Dieng Plateau Theatre, di tempat ini kita bisa menyaksikan film dokumenter mengenai Dieng setelah itu kita juga dipandu mendaki bukit ratapan angin (agak lupa namanya), di bukit ini kita dapat melihat panorama Dieng yang indah dan tiga telaga yang mempesona. Ratu Lebah terlihat cukup senang tapi sedikit sekali kita mendokumentasikannya lewat foto karena malas mengantri foto di spot yang bagus. Pengunjungnya ramai sekali. Hampir maghrib kita diantar pulang ke homestay dan dianjurkan segera beristirahat untuk persiapan besok pagi-pagi sekali mendaki bukit sikunir yang terkenal dengan golden sunrisenya.

Esok harinya jam dua pagi kita berangkat menuju Bukit Sikunir. Diantar dengan minibus kira-kira satu jam perjalanan dari homestay dilanjutkan dengan dipandu berjalan kaki selama kira-kira dua jam untuk menuju spot terbaik menyaksikan golden sunrise di Bukit Sikunir. Ramai sekali. Ratu Lebah terlihat lelah dan lapar pastinya. Bosan dia menunggu terlalu lama hanya untuk berfoto di spot yang indah. Alhasil dia menyeduh mie instant untuk mengganjal perut dan menunda lapar. Setelah puas menyaksikan pemandangan matahari terbit yang layaknya emas, kita dipandu menuruni bukit untuk kembali ke homestay dan makan siang. setelah makan siang kita dianjurkan oleh guide untuk...

*tulisan ini terpaksa dihentikan karena saya sudah lupa urutan waktunya... mohon maaf. tapi tetap saya putuskan untuk dipublikasikan. semoga menginspirasi.

*diedit pada 20 Agustus 2020

Read More..

Kamis, 14 Agustus 2014

Kata yang Dituliskan

Ikatlah ilmu dengan menuliskannya, menulis adalah pekerjaan untuk keabadian. Baru itu saja pepatah yang saya ketahui tentang betapa pentingnya sebuah tulisan, bahkan sangat penting. Buktinya firman-firman Allah pun dituliskan oleh manusia sekalipun Allah telah menjanjikan akan memelihara firman-firman tersebut (Al-quran) hingga akhir zaman, mungkin saja itu salah satu cara Allah, wallahualam.

Tentang tulisan, tiba-tiba saja pikiran acak saya memecah lamunan. Seberapa banyak halaman jika saya menuliskan setiap detil hidup saya hingga saya mati? Seberapa banyak tinta yang dihabiskan jika saya menuliskan setiap detil hidup saya hingga saya mati? Mungkin saja jika saya pandai menulis dan mengingat setiap kejadian dengan baik akan ada lebih dari seribu halaman, tapi jika saya kurang pandai menulis dan mengingat mungkin lima ratus halaman pun tidak sampai. Pernah membaca novel atau buku-buku setebal lima ratus hingga seribu halaman? Berapa lama kira-kira untuk habis membacanya. sehari? seminggu? sebulan? setahun? yang pasti jauh lebih singkat dari usia si penulis yang menuliskannya.
Pikiran acak saya semakin menjauhkan saya dari lamunan, singkat sekali ternyata hidup kita ini, jika dituliskan maka untuk habis membacanya hanya butuh waktu tidak akan lebih dari satu bulan jika dibaca secara rutin. Saya bukan mengajak untuk membuat tulisan seumur hidup atau membaca setiap tulisan manusia di muka bumi. Kesimpulannya jika harus menulis maka tuliskan apa saja yang akan bermanfaat bagi si pembaca di kemudian hari. Kata-kata yang dituliskan akan mampu mengubah dunia. Kalau bukan seluruh dunia, mungkin "dunia"nya suatu golongan, kalau bukan "dunia"nya suatu golongan, mungkin "dunia"nya seseorang.
Read More..

Minggu, 29 September 2013

Catatan Perjalanan: Monumen Nasional

Pagi-pagi sekali (29/09), saya sudah bersiap-siap untuk menemui Si Ratu Lebah. Bedanya kali ini saya juga mempersiapkan makanan untuk saya dan Ratu Lebah makan nanti siang, ya untuk makan siang, saya coba berhemat selain untuk berhemat saya pun ingin merasakan sensasi piknik bersamanya. Tidak lupa juga saya membawa alas untuk tempat kita duduk-duduk nanti. Tujuannya pun adalah tujuan wisata hemat, Monumen Nasional atau yang biasa disingkat Monas. Tepat pukul enam pagi saya sudah berangkat dari Cilegon menuju Bogor. Kira-kira pukul sepuluh saya sudah tiba di Bogor Trade Mall, tempat saya janji bertemu dengan si Ratu Lebah. Agak lama berbincang-bincang di depan pintu masuk Bogor Trade Mall untuk sekedar melepas lelah dan melepas rasa rindu setelah itu kita langsung melanjutkan perjalanan menuju tempat tujuan yang telah direncanakan, Monumen Nasional.

Dengan menaiki angkutan kota kita tiba di stasiun Bogor untuk melanjutkan perjalanan ke Monas, laju commuter line lancar tak ada aral melintang, tiba di stasiun tujuan aku dan Ratu Lebah berjalan kaki sebentar untuk sampai ke Monumen Nasional. Hari itu ramai sekali, hari libur. Tapi meskipun ramai, suasana taman di Monas masih cukup mendukung untuk berpiknik, tanpa buang waktu saya langsung menggelar alas duduk dan membuka bekal yang saya bawa dari rumah. Ayam goreng, sosis goreng, nasi, dan ikan balado sudah tersedia. Tidak banyak waktu dihabiskan untuk menghabiskan makanan yang cukup banyak tersebut, kita lapar. Setelah perut terisi penuh, kita mengaso sebentar menikmati suasana sejuknya taman di tengah terik matahari Jakarta.

Tidak berapa lama mengaso, kita melanjutkan perjalanan menuju pelataran bawah Monas yang berisi diorama-diorama sejarah Indonesia, Ratu Lebah biasa saja, tidak begitu tertarik. Saat saya ajak untuk menaiki pelataran puncak Monas, Ratu Lebah menolak karena antrean yang panjang mengular di bawah sengatan terik matahari, akhirnya wisata Monumen Nasional kita hanya sampai taman dan pelataran bawah Monas saja, tapi cukup berkesan karena Ratu Lebah cukup tertarik dengan patung-patung, relief-relief dan tata letak taman yang cukup bagus untuk dijadikan tempat berfoto-foto.

Singkat cerita, saya dan Ratu Lebah pulang kembali ke Bogor menggunakan moda transportasi yang sama dengan saat kita berangkat. :-)


Read More..

Rabu, 08 Desember 2010

Catatan Perjalanan: Gunung Gede


Tidak terasa, tiba juga akhirnya tanggal 3 Desember 2010 yang sudah lama saya nanti. Hari itu merupakan hari keberangkatan saya dan tim pendaki dari Himsac (Himpunan Mahasiswa Serang dan Cilegon) Bandarlampung untuk menuju ke puncak Gunung Gede, Jawa Barat. Administrasi pendaftaran tim pendaki ke kantor Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) dilakukan seminggu sebelumnya melalui faksimili. Sementara itu, perlengkapan dan logistik tim pendaki sudah disiapkan juga. Perlengkapan pribadi, logistik tim pendaki, perlengkapan, dan peralatan tim pendaki sudah rampung dipacking pada hari keberangkatan. Rata PenuhSesuai rencana tim pendaki yang terdiri dari Kang Lukmanul Hakim selaku Ketua tim pendaki, Dika Ferdiansyah, Tb. Ahmad Hizbullah, Ujang Faturohman, Ahmad Bayu Anugrah, Nora Adityan, Kholil Arifuddin, dan Yudi Wiranatha akan berangkat pukul 20.00 waktu Bandarlampung, namun berhubung kami menemui beberapa kendala terutama hujan deras di kawasan Bandarlampung maka keberangkatan pun terlambat satu jam hingga pukul 21.00.
Tim pendaki berangkat meninggalkan Bandarlampung menggunakan travel dan tiba di Pelabuhan Bakauheni pada pukul 00.00, tim berangkat meninggalkan Pelabuhan Bakauheni pada pukul 00.30, kemudian tiba di Pelabuhan Merak pukul 03.30. Setelah beristirahat sejenak kami melanjutkan perjalanan menuju Cibodas menggunakan angkutan bus jurusan Bandung via Puncak, perjalanan yang cukup melelahkan dan membosankan diakhiri dengan tibanya bus di Cibodas pada pukul 09.30. Sesaat sebelum berangkat ke Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) , kami berbelanja untuk keperluan yang hampir terlupakan di toko terdekat. Setelah itu langsung menuju TNGGP dengan menaiki angkot Cibodas.
Sesampainya di kantor TNGGP kami merasakan atmosfer gunung yang sangat menyejukkan dan sudah tidak sabar untuk menikmati keindahan TNGGP lebih dalam lagi, namun sebelumnya kami harus menyelesaikan administrasi dan registrasi ulang tim pendaki di kantor TNGGP. Selepas Solat Dzuhur dan makan siang barulah kami melakukan pendakian. Baru di awal pendakian kami sudah disambut oleh hujan deras, cukup mengkhawatirkan karena tidak semua tim pendaki yang membawa jas hujan, tapi sama sekali tidak menyurutkan semangat kami untuk memulai pendakian. Perjalanan dan pendakian yang sangat melelahkan sudah hampir terbayar lunas saat pukul 14.30 kami tiba di Air Terjun Cibeureum yang luar biasa indah dan menakjubkan di mana sebelumnya kami pun melewati Telaga Warna yang warnanya bisa berubah-ubah menjadi biru, coklat, atau hijau sesuai perkembangan alga di dalamnya.
Setelah cukup puas menikmati keindahan Telaga Warna dan Air Terjun Cibeureum kami langsung melanjutkan perjalanan menuju ke Puncak Gunung Gede, pendakian yang amat panjang dan melelahkan. Selain itu, kami juga harus melawan cuaca yang sangat dingin dan guyuran hujan yang terus menerus. Pada pukul 17.00 kami sampai di aliran air panas, luar biasa. Setelah bergelut dengan cuaca yang sangat dingin kami akhirnya menikmati aliran air panas yang dapat menyegarkan tubuh kami. Di samping membersihkan dan menghangatkan tubuh, air panas itu pun kami manfaatkan untuk menyeduh kopi dan merebus mi instan perbekalan yang telah kami bawa.
Hari mulai gelap, kami memutuskan untuk beristirahat di shelter terdekat dan melanjutkan pendakian pada pagi hari berikutnya. Esok pagi harinya pukul 07.00 setelah sarapan kami langsung melanjutkan pendakian menuju ke puncak Gunung Gede. Amat melelahkan dan baru terbayar pada sekitar pukul 12.00 setelah kami benar-benar tiba di tujuan akhir yaitu puncak Gunung Gede, luar biasa mengagumkan, Subhanallah. Momen tersebut langsung kami abadikan menggunakan kamera yang juga telah kami persiapkan. Walaupun sudah puas sampai di puncak Gunung Gede, namun kami bertujuh tanpa Kang Lukmanul Hakim berupaya mendapatkan bonus kepuasan dengan menuruni puncak untuk mampir di alun-alun Surya Kencana, tempat di mana tanaman Edelweis tumbuh subur meskipun pada bulan Desember ini bunganya belum mekar, tapi tetap saja kami sangat puas dengan pemandangan padang rumput luas diselingi pohon-pohon dan tanaman Edelweis yang sangat menakjubkan di alun-alun Surya Kencana.
Singkat cerita, kami pun menuruni Gunung Gede pada pukul 14.00 dan tiba di Cibodas pada pukul 21.00 , menaiki bus tujuan Merak pada pukul 23.00, tiba di Merak pukul 04.00, sampai di Pelabuhan Bakauheni pukul 07.00 dan tiba di Bandarlampung dengan menaiki bus tujuan terminal Rajabasa pada pukul 11.00. Lelah yang menghinggapi, kami anggap lunas dengan semua pengalaman dan keindahan yang telah kami nikmati. Hanya catatan kecil ini saja yang bisa kami bagi. Maha Suci Allah.
Read More..