Sabtu, 28 Agustus 2021
Jelita
Jumat, 19 Mei 2017
Hadiah Ulang Tahun untuk Mamah Ali
Hampir sepuluh tahun saling mengenal, enam tahun masa pacaran ditambah empat tahun usia pernikahan. Saya selalu dibilang tidak romantis sama sekali oleh Mamah Ali. Jika salah satu faktor penilaian keromantisan itu dari hadiah ulang tahun, bisa jadi penilaian Mamah Ali terhadap saya itu benar karena belum pernah ada kado selama sepuluh tahun untuknya.
Satu-satunya hadiah yang pernah saya beri adalah slide foto-foto yang dilatarbelakangi lagu berjudul Selamat Ulang Tahun dari penyanyi Dewi Lestari. Disertai dengan sebuah puisi yang tidak romantis tapi sangat jujur.
sementara saya post slide foto-fotonya saja karena belum tau cara insert video dari aplikasi android blogger. Ini dia slide foto-fotonya:
Minggu, 15 Mei 2016
Catatan Perjalanan : Pantai Menara Bojong, Anyer
Pagi yang cerah ini jadi kali pertama saya, Ali dan ibunya (Si Ratu Lebah) untuk piknik keluarga. Rencana sih sudah oke tapi persiapannya yang kurang matang. Kurang matang karena kita ga bawa tikar, karpet atau sejenisnya yang umum dipakai sebagai alas untuk piknik. Terus kita juga ga bawa bekal makanan untuk dimakan di tempat piknik. Tapi kurangnya persiapan ga mengurangi antusiasme saya untuk piknik. Ga tau deh kalo si Ali dan Ibunya, keliatannya sih sama antusiasnya.
Sebelumnya saya sudah pernah ke Pantai Menara Bojong ini. Area pasir pantainya sangat sempit tapi ombaknya tenang, jadi sangat cocok untuk Ali mandi di laut untuk pertama kalinya.
Piknik keluarga untuk pertama kalinya dimulai, kita berangkat dari rumah jam setengah tujuh pagi mengendarai motor. Perjalanan kita tempuh melalui jalur lingkar selatan cilegon yang ternyata jarak tempuhnya sama saja bila kita melewati cigading, hanya saja kendaraan-kendaraan besar lebih sedikit yang lalu lalang di jalur ini. Kira-kira satu jam perjalanan kita sudah tiba di Pantai Menara Bojong. Biaya masuknya murah, cukup membayar sepuluh ribu rupiah saja untuk satu motor.
Setibanya di pantai, Ali tampak sedikit tegang. Dia memang biasa kaya gitu kalau di tempat yang baru dikunjungi, tegang dan sama sekali ga mau lepas dari pelukan ibunya. Padahal ibunya cukup senang melihat pemandangan pantai lagi setelah sekian lama. Malah tingkah takutnya Ali sempat ngebuat mood ibunya jadi jelek di pantai itu. Setelah berfoto-foto, kita langsung sarapan nasi uduk yang tadi kita beli di perjalanan menuju pantai. Saat sarapan suasana mulai cair karena Ali udah terbiasa dan mulai ceria, ditambah lagi ada kucing di area pesisir pantai yang bikin Ali makin ceria. Ibunya juga ikut ceria. Sayangnya kita dan Ali belum bisa mandi di laut karena air laut sedang pasang, saya sih kecewa karena dari awal niatnya ingin ngajak Ali mandi air laut. Tapi ya sudahlah mudah-mudahan lain kali bisa, untungnya Ali dan ibunya juga ga terlalu kecewa amat. Kelihatannya mereka cukup senang udah bisa jalan-jalan ke pantai.
Setelah puas main-main dan berfoto ria di pesisir pantai serta monumen nol kilometer anyer-panarukan (yang masih jadi kontroversi) kita langsung pulang dengan badan yang lelah karena satu jam perjalanan pulang rasanya cukup jauh buat kita tapi tentu saja dengan pikiran yang cukup segar karena ga kurang piknik lagi. :-)
Read More..Sabtu, 09 April 2016
Surat untuk Ali (2)
Nak...
Mamah pernah mengirimi papah pesan singkat yang isinya kira-kira begini: "mamah betul-betul butuh bantuan papah untuk menjaga ali", jelas saja. Kamu sangat sulit sekali diatur, sama seperti bayi aktif pada umumnya. Lalu langsung terlintas di benak papah kalau aktivitas menjaga kamu itu bisa jadi suatu cobaan atau ujian juga buat papah dan mamah. Ujian macam apa? Oke, kalau ujian kesabaran itu sudah pasti nak karena seperti yang papah tulis sebelumnya di atas, seperti bayi pada umumnya, kamu itu sulit sekali diatur, sangat aktif seperti tidak mengenal rasa lelah, papah mamahmu yang masih muda ini saja kewalahan menghadapi keaktifan kamu apalagi Enin dan Engkong... kamu sudah pandai berjalan, banyak hal yang ingin kamu ketahui tapi belum mengerti perkataan orang dan lagi belum bisa berbicara, lengkaplah sudah. Kamu ingin sesuatu, papah mamah tidak mengizinkan tapi kamu tidak mengerti perkataan papah dan mamah jadilah salah satu ujian kesabaran. Kamu ingin sesuatu, kamu belum bisa berbicara dan lagi Papah dan mamah tidak mengerti keinginanmu, jadilah ujian kesabaran lagi... sampai sekarang papah dan mamah kamu ini masih terus belajar sabar menghadapi ujian semacam ini...Ada lagi ujian yang tampak samar, ini ujian rasa cinta... kamu tahu nak... seringkali aktivitas menjaga kamu itu jadi hal yang menjengkelkan tapi tidak jarang pula aktivitas menjaga kamu malah menjadi aktivitas yang sangat menyenangkan, sungguh sangat menyenangkan hingga terkadang lupa kepada Dzat yang menitipkan kamu kepada papah dan mamah. Iya nak, idealnya dan selayaknya cinta kita memang untuk Sang Maha Pencipta. Di situlah letak ujiannya, papah takut terlalu cinta kepada kamu, padahal hakikatnya kamu bukan milik papah dan mamah, kamu hanya titipan dari Allah yang harus dijaga sebaik mungkin. Papah dan mamah jangan sampai gagal di ujian yang ini. Papah dan mamah harus mencintai kamu karena Allah...
Sabtu, 22 Agustus 2015
Catatan Perjalanan : Dataran Tinggi Dieng
Perjalanan kali ini merupakan perjalanan pertama saya dengan Si Ratu Lebah yang statusnya sekarang sudah menjadi istri saya :-) Perjalanan ini semacam bulan madu yang tertunda karena rencananya perjalanan ini dilakukan di tahun sebelumnya namun Allah berencana lain dengan memberikan kita titipan berupa janin di rahim Si Ratu Lebah. Jadi, akhirnya kita sepakati bersama untuk menunda perjalanan demi menjaga kesehatan janin dalam kandungan Si Ratu Lebah.
Jalan-jalannya kita putuskan untuk ke Dataran Tinggi Dieng. Padahal sebelumnya kita berencana untuk ke Bromo namun karena pertimbangan biaya dan kebetulan di Dieng sedang ada festival akhirnya kita memilih ke sana. Setelah melalui diskusi panjang lebar, kami memutuskan untuk menitipkan Sang Buah Hati yang masih tujuh bulan ke Neneknya di Bogor. Awalnya sih sangat menyenangkan bisa jalan-jalan cuma berdua, nostalgia masa pacaran. Tapi karena Si Buah Hati masih menyusu ternyata jalan-jalan kita selalu dibayangi perasaan khawatir.
Perjalanan dimulai dari Bogor, setelah kita menitipkan Si Buah Hati di rumah Neneknya. Kita menuju terminal Baranangsiang untuk naik Bus Sinar Jaya jurusan Wonosobo, kita bernasib kurang baik saat itu. Tidak ada bus eksekutif yang berangkat jadi mau tidak mau harus menumpang bus ekonomi non ac. Si Ratu Lebah benar-benar komplain dan kecewa karena perjalanan berangkat yang sangat lama dijalani dengan ketidaknyamanan karena terpaan dinginnya angin malam dan penuh asap rokok. Perjalanan memakan waktu lebih kurang dua belas Jam. Jam tujuh malam dari Bogor, tiba di Wonosobo Jam tujuh pagi. Dan ternyata, dari terminal Wonosobo menuju Dataran Tinggi Dieng pun memakan waktu cukup lama kurang lebih dua jam perjalanan naik mobil. Sangat melelahkan.
Tapi perjalanan yang melelahkan itu terasa hampir lunas terganti sebelum kita tiba di homestay karena kita mengunjungi Telaga Menjer terlebih dahulu. Pemandangan telaga yang dikelilingi bukit tersebut amat sangat menyejukkan mata yang tadinya sudah sangat lelah. Semakin menyejukkan saat kita menyusuri telaga dengan menaiki perahu motor. Subhanallah... indah sekali. Setelah cukup puas berada di Telaga Menjer kita langsung diantar ke homestay dan disarankan untuk beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan ke tempat wisata yang lain.
Sore harinya kita diajak berkeliling ke Telaga Warna yang katanya warnanya bisa berubah tergantung jumlah alga jenis tertentu yang lebih banyak tumbuh berkembang, pada musim hujan warnanya akan berbeda dengan musim kemarau. Mulai dari Telaga Warna ini barulah terasa ramai sekali pengunjungnya. Tentu saja ramai karena saat itu di Dataran Tinggi Dieng ada festival budaya. Dari Telaga Warna kita diantar menuju Dieng Plateau Theatre, di tempat ini kita bisa menyaksikan film dokumenter mengenai Dieng setelah itu kita juga dipandu mendaki bukit ratapan angin (agak lupa namanya), di bukit ini kita dapat melihat panorama Dieng yang indah dan tiga telaga yang mempesona. Ratu Lebah terlihat cukup senang tapi sedikit sekali kita mendokumentasikannya lewat foto karena malas mengantri foto di spot yang bagus. Pengunjungnya ramai sekali. Hampir maghrib kita diantar pulang ke homestay dan dianjurkan segera beristirahat untuk persiapan besok pagi-pagi sekali mendaki bukit sikunir yang terkenal dengan golden sunrisenya.
Esok harinya jam dua pagi kita berangkat menuju Bukit Sikunir. Diantar dengan minibus kira-kira satu jam perjalanan dari homestay dilanjutkan dengan dipandu berjalan kaki selama kira-kira dua jam untuk menuju spot terbaik menyaksikan golden sunrise di Bukit Sikunir. Ramai sekali. Ratu Lebah terlihat lelah dan lapar pastinya. Bosan dia menunggu terlalu lama hanya untuk berfoto di spot yang indah. Alhasil dia menyeduh mie instant untuk mengganjal perut dan menunda lapar. Setelah puas menyaksikan pemandangan matahari terbit yang layaknya emas, kita dipandu menuruni bukit untuk kembali ke homestay dan makan siang. setelah makan siang kita dianjurkan oleh guide untuk...
*tulisan ini terpaksa dihentikan karena saya sudah lupa urutan waktunya... mohon maaf. tapi tetap saya putuskan untuk dipublikasikan. semoga menginspirasi.
*diedit pada 20 Agustus 2020